Senin, 10 Juni 2013

Tahap-Tahap dan Wawancara Konseling


1.      Tahap-tahap konseling
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap awal (tahap mendefinisikan masalah), tahap inti, dan tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
a.       Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, dan kegiatan.
b.       Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
c.        Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d.       Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
a.       Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
b.       Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
c.        Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
1)       Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
2)       Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
3)       Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a.       Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
b.       Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c.        Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d.       Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.

2.      Aplikasi tahapan konseling
I. PEMBUKAAN
a.       Sambutan yang hangat dan ramah agar karyawan merasa diterima dan tenang (rileks). Gunakan bahasa tubuh positif dan kontak mata sesering mungkin.
b.      Ciptakan hubungan yang hangat, tumbuhkan kepercayaan pada diri konseli sehingga ia terdorong untuk mengungkapkan apa maksud kedatangan atau masalahnya dengan santai, jelas, sehingga suasana ini tepat untuk memasuki proses konseling.
c.       Jika Anda yang memanggil, jelaskan alasan dan tujuan panggilan tersebut. Jika inisiatifnya datang dari karyawan, maka bantulah karyawan menjelaskan tujuannya.
d.      Memberi kesempatan pada konseli untuk mengungkapkan perasaan dan masalahnya.

II. EKSPLORASI MASALAH
a.       Pada bagian ini konselor menjelajahi masalah konseli, termasuk apa yang dipikirkan, dirasakan, keinginan, mengumpulkan informasi dan fakta.
b.      Simpulkan dan catat isi dan perasaan yang tersirat dalam uraian karyawan
c.       Membantu menemukan kejelasan masalah, struktur masalah dan kaitan satu dengan yang lain.
d.      Tafsirkan data yang ada.

III. MENGEMBANGKAN ALTERNATIF PEMECAHAN
a.       Pemantapan : hal-hal yang telah didapat atau dicapai sampai dengan langkah ini dimantapkan. Kemudian dilakukan usaha mencari jalan keluar yang sesuai dan tepat menurut konseli.
b.      Perencanaan : rencana dan menentukan strategi ditetapkan untuk memecahkan masalah yang ditemukan dan menjalankan kemungkinan jalan keluar yang telah dipilih, memakai ketrampilan baru yang diperoleh atau merealisasikan tingkah laku yang dipilih untuk dilakukan oleh konseli.
c.       Dorong karyawan untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
d.      Dalami perasaan karyawan dan akibat yang mungkin muncul dari alternatif-alternatif yang tersedia.
e.       Jangan mengutarakan pandangan-pandangan Anda jika tidak diperlukan. Tetapi berikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan perusahaan yang dapat membantu karyawan mengambil keputusan.

IV. DUKUNGAN DAN KEPERCAYAAN
a.       Tunjukkan empati Anda dan tunjukkan bahwa Anda yakin ia dapat memecahkan masalahnya.
b.      Berikan dukungan dan sarana-sarana, jika dibutuhkan.
c.       Anjurkan karyawan ke bagian pengelola SDM atau program-program bantuan karyawan, jika masalahnya berada di luar lingkup Anda.
 V. TINDAK LANJUT
a.       Buatlah jadual untuk pertemuan tindak lanjut untuk mengetahui perkembangannya.
b.      Buatkan catatan singkat mengenai hasil pertemuan.


3.      Wawancara konseling
Wawanca konseling mungkin merupakan wawancara yang paling sensitif dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada seseorang yang merasa tidak mampu menangani sendiri problemnya dan memerlukan bantuan orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Masalah yang dihadapi mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya persoalan-persoalan keuangan, stabilitas emosional, kesehatan fisik, pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas kematian teman dan anggota keluarga. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk memperoleh pemahaman tentang masalahnya serta menemukan jalan untuk menanggulanginya.
Wawancara konseling merupakan wawancara yang sangat sensitive dan kritis, dipimpin oleh seorang yang dulunya telah memiliki pengalaman konseling. Tujuan utama konseling adalah menolong individu untuk mengerti, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sikap dan hubungan dengan orang lain.
a.       Orientasi Dasar Konseling
1.      Manusia dapat tumbuh dan mereka dapat memperbaiki diri
Prinsip pokok dari konseling adalah konselor harus optimis bahwa manusia (klien/itee) mampu untuk tumbuh dan memperbaiki diri sehingga konselor tidak perlu terlalu keras membantu karena klien/itee memiliki potensi untuk berubah secara mandiri.
2.      Konseling adalah suatu investasi dalam individu
Konseling berarti memutuskan untuk menginvestasi waktu dan energi untuk orang lain karena didasari keyakinan bahwa klien mampu untuk berkembang.
3.      Konseling adalah proses belajar
Konseling berbeda dengan persuasi, seseorang dapat merubah perilaku karena dibujuk/diperintah namun hasilnya tdk menetap sebagai bagian dari kepribadian. Namun konseling lebih pada memberi nasehat, ada percakapan dari hati ke hati. Konseling lebih menekankan pada merubah sikap dan perilaku orang yang dibimbing dengan merubah pikiran yang menuju pada sikap dan perilaku itu. Disinilah proses belajar tersebut terjadi. Jadi bukan hanya memecahkan masalah saja namun mencari suatu perubahan dalam individu tersebut.
4.      Penerimaan dari seorang individu adalah awal konseling yang baik.
5.      Konseling adalah suatu proses berlanjut.

b.      Dua Pendekatan Dasar untuk Wawancara Konseling
1.      Konseling Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah konselor menyerang langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. konselor mengumpulkan informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi arahan yang spesifik kepeda konseli. konselor mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu disbanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
1.      Cukup mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
2.      Tidak memerlukan waktu yang banyak
3.      Konselor fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
4.      Membolehkan konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
5.      Memperbolehkan konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.
2.      Konseling Non-directive
Karakteristiknya adalah konselor dipandang sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli, konselor membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa setiap orang punya kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, Hanya klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, Hal terpenting dalam konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1.      Membolehkan klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
2.      Membolehkan klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
3.      Menyerahkan kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4.      Non-directive mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
5.      Memeberikan konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6.      Non-directive memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.

3.      Merencanakan Wawancara
1.        Membuat keputusan untuk melakukan konseling
       Konseling berarti menginvestasi waktu, energi dan uang untuk kedua individu (konselor dan konseli).
2.        Mengumpulkan fakta
       Konselor harus spesifik tidak ambigu. Konselor yang baik memulai dengan fakta-fakta. Dalm mengumpulkan fakta, digunakn paradigma yang paling relevan denga situasi tertentu. Paradigma pertama menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas masalahnya oleh karena itu solusinya yaitu merubah orang itu. Paradigma kedua menyatakan bahwa masalah disebabkan oleh lingkungan/situasi kerja bukan karena individunya/tingkah lakunya.
3.        Meninjau kembali tujuan
       Konseling adalah aktivitas membantu, membantu maksudnya membuat perubahan-perubahan yang harusnya terjadi pada klien. Kamu harus menginvestigasi apakah tujuanmu sama/tidak dengan klien.
4.        Batasi sasaran pada tiap wawancara
       Batasan itu dapat dibagi menjadi (1) wilayah masalah, (2) alasan untuk berubah, (3) alternatif perubahan, (4) manfaat perubahan.
5.        Pilih struktur untuk konseling
Konselor dapat memakai konseling directive/non-directive.
6.        Rencanakan suasana yang akan dikembangkan
       Suasana yang paling bermanfaat untuk konseling seperti “terbuka”, “interaktif”, dan “objektif”. Keterbukaan dikrakteristikkan dengan pengungkapan diri. Dibutuhkan saling percaya satu sama lain dan harus menjaga kerahasiaan karena orang sulit untuk terbuka. Konselor lebih baik menekankan pada fakta daripada penilaian sendiri saat mengambil kesimpulan. Hal yang juga penting yaitu menggunakan sapaan formal seperti Tuan, Nyonya, Nona, selain itu mengatur tempat duduk dan memperhatikan penampilan juga penting.

7.        Menyusun setting sehingga interaksi dapat maksimal
Settting juga merupakan penentu terjadinya interaksi. Beberapa pertimbangan utama :
a.       Buat janji dengan klien dan tentukan berapa lama pertemuan akan berlangsung.
b.      Pilih ruangan tersendiri, area yang nyaman dan bebas gangguan.
c.       Atur perabotan yang akan membantumu apakah ingin formal/informal.
d.      Perhatikan pencahayaan, cahaya yang lemah cenderung membuat orang lebih terbuka.

4.      Melakukan Wawancara
Pendahuluan wawancara konseling sebaiknya memenuhi 4 hal yaitu membangun raport, membuat kesepakatan kerja, melakukan diskusi area masalah, menjamin kerahasiaan.
1.    Membangun raport
Raport diperlukan untuk membuat klien nyaman dan menumbuhkan kepercayaan diri klien. Dapat dilakukan dengan memulai pembicaran singkat, orientasi yang bagus, hangat dan ramah. Setelah membangun raport, konselor membuat kesepakatan kerja mengenai bayaran, frekuensi sesi konseling dan tujuan klien. Beberap hal yang dapat dilakukan agar klien mau bicara adalah :
a.       Meyakinkan padanya akan kerahasiaan
b.      Menunjukkan komitmen untuk membantu
c.       Jujur
d.      Mendengarkan dari awal
e.       Tunjukkan penerimaan
2.      Spesifik dalam mengidentifikasi dan mengartikan masalah, tingkah laku, sikap/hubungan
Menggali lebih dalam masalah klien dengan menyelidiki dan menanyakan hal-hal yang spesifik. Itu dilakukan agar klien mau membuka diri dan mengakui masalahnya. Setelah masslah diakui biasanya kemajuan dapat dibuat.
3.      Menyelidiki/mengeksplorasi persepsi klien
Menyelidiki dengan menanyakan pertanyaan yang membangkitkan kenangan dn tidak membiarkan klien menghindari topik. Jika klien meyakini suatu persepsi tanyakan apakah dia mendukung/menolaknya. Eksplorasi yang efektif dilakukan dengan terus terang, tidak menuduh dan dengan cara yang tidak berperasaan.
4.      Mendengar dan menyerap
Kamu tidak hanya mendengar tapi juga menyimak baik apa yang dikatakan klien untuk medeteksi perubahan-perubahan dalam percakapan dan ketidakkonsistenan. Setelah itu diberi pertanyaan tambahan untuk mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan juga tingkah laku nonverbal karena dapat mengungkapkan hal yang disembunyikan dalam kata-kata.
5.      Menyelidiki reaksi secara penuh
Konfrontasi diperlukan dalam menyelidiki reaksi klien karena sebagian besar orang selalu ingin menutupi kesalahan yang membuat mereka tak nyaman. Wawancara non-directive akan lebih banyak mendapat feedback reaksi klien.
6.      Berorientasi pada masalah
Konseling memiliki konotasi dimana keputusan-keputusan dapat diambil. Lebih baik kamu berorientasi pada masalah daripada berorientasi pada solusi. Waktu digunakan untuk menyelidiki akar masalahnya.
7.      Menjelaskan percabangan dari masalah dan menyelidiki alasan-alasan mengapa perubahan diperlukan
Dalam situasi kerja tidak boleh terlalu cepat mengambil intinya. Misalnya manajer memotivasi karyawannya yang kehilangan pekerjaannya dengan menunjukkan bahwa peningkatan kualitas diri, kebanggaan, hubungan yang lebih baik dan reward positif lainnya akan menjadi hasil dari perubahan sebelum memutuskan pindah kerja.
8.      Bereaksi pada klien
Biasanya klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor/perbandingan dengan orang lain. Agar fokusnya tidak berubah sebaiknya dialihkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
9.      Mengembangkan rencana tindakan
Bila menggunakan pendekatan non-directive kamu meminta klien mengidentifikasi rencana tindakan. Hal ini tidak hanya membuat klien bertanggung jawab terhadap solusinya tapi juga mengecek apakah klien menerima konselingmu. Bila menggunakan pendekatan directive, konselor yang mengajukan rencana tindakannya. Perlu juga diukur reaksi klien terhadap solusi yang diberikan konselor.
10.  Menutup wawancara dengan ketentuan-ketentuan untuk diikuti
11.  Menjaga suara dan tubuh tetap dibawah kendali
Pertanyaan harus ditanyakan dan dikomentari dengan cekatan. Empati dan penerimaan ditunjukkan secara wajar tidak perlu berlebihan/malah kekurangan karena akan mempengaruhi keterbukaan selama konseling.
12.  Membuat catatan menyeluruh
Tidak satupun orang dapat menghafal semua rincian dalam sesi konseling oleh karena itu disarankan untuk mencatatnya. Catatan itu dapat digunakan konselor untuk mendalami masalah klien.
5.      Menghadapi Kesulitan Tertentu
a.       Makna yang tersembunyi
Menjadi sensitive/peka terhadapa makna yang tersembunyi karena orang lebih suka menyatakan perasaan dan ide-idenya secara tak langsung.
b.      Klien yang susah berbicara
Membantu klien menyaring ide dan ekspresi mereka karena sebagian besar orang kesulitan menganalisis masalah mereka sendiri. Oleh karena itu membutuhkan waktu dan banyak probing untuk mengetahui maksud dan reaksi mereka. Untuk memudahkan klien mengungkapkan masalahnya biasanya beberapa konselor membicarakan hal lain dulu sebelum masalahnya.
c.       Keinginan untuk pergi (wanting to leave)
Sebagian besar itee ingin meninggalkan situasi konseling yang menekan mereka. Untukmencegah kepergian mereka konselor sebaiknya menunjukkan manfaat melanjutkan hubungan/konseling.
d.      Ketergantungan
Ketergantungan terjadi ketika klien berharap konselor mampu menyelesaikan masalahnya. Konselor yang menggunakan pendekatan directive tidak akan kesulitan mengahdapi keinginan klien tapi akan bermasalah bila menggunakan pendekatan non-directive karena klien dipaksa untuk memberi solusi mesalahnya sendiri.

e.       Penyangkalan
Penyangkalan harus dihadapi untuk membuat kemajuan. Penyangkalan ini dapat diatasi dengan membuktiknnya dengan tegas, menghadapinya dengan fakta-fakta dan mendorong klien pada suatu pengakuan.





















Daftar pustaka
Surya, Mohammad. 1988. Dasar dasar penyuluhan (konseling). Jakarta: Depdikbud.
Walgito, Bimo. 1995. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Yogyakarta: Andi offset.
Diakses melalui http://akhmadsudrajat.wordpress.com tanggal 28 april 2012.
Diakses melalui http://arumaniz.blogspot.com tanggal 28 april 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar