1. Tahap-tahap konseling
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga
tahapan yaitu tahap awal (tahap mendefinisikan masalah), tahap inti, dan tahap
akhir (tahap perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor
hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap
ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
a.
Membangun hubungan konseling yang
melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan
terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas
kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, dan kegiatan.
b.
Memperjelas dan mendefinisikan
masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah
melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
c.
Membuat penaksiran dan perjajagan.
Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang
bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien,
dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
d.
Menegosiasikan kontrak. Membangun
perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu
berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak
berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien;
dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan
tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian
kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses
konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih
dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan
alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
b. Konselor melakukan reassessment (penilaian
kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
c.
Menjaga agar hubungan konseling
tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
1)
Klien merasa senang terlibat dalam
pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk
mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
2)
Konselor berupaya kreatif
mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan
pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
3)
Proses konseling agar berjalan
sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga,
baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai
hasil proses konseling.
b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c.
Mengevaluasi jalannya proses dan
hasil konseling (penilaian segera).
d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1)
menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih
positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang
dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program
yang jelas.
2. Aplikasi tahapan konseling
I. PEMBUKAAN
a. Sambutan yang hangat dan ramah agar karyawan merasa
diterima dan tenang (rileks). Gunakan bahasa tubuh positif dan kontak mata
sesering mungkin.
b. Ciptakan hubungan yang hangat, tumbuhkan kepercayaan
pada diri konseli sehingga ia terdorong untuk mengungkapkan apa maksud
kedatangan atau masalahnya dengan santai, jelas, sehingga suasana ini tepat
untuk memasuki proses konseling.
c. Jika Anda yang memanggil, jelaskan alasan dan tujuan
panggilan tersebut. Jika inisiatifnya datang dari karyawan, maka bantulah
karyawan menjelaskan tujuannya.
d. Memberi kesempatan pada konseli untuk mengungkapkan
perasaan dan masalahnya.
II. EKSPLORASI MASALAH
a. Pada bagian ini konselor menjelajahi masalah konseli, termasuk
apa yang dipikirkan, dirasakan, keinginan, mengumpulkan informasi dan fakta.
b. Simpulkan dan catat isi dan perasaan yang tersirat
dalam uraian karyawan
c. Membantu menemukan kejelasan masalah, struktur masalah
dan kaitan satu dengan yang lain.
d. Tafsirkan data yang ada.
III. MENGEMBANGKAN ALTERNATIF PEMECAHAN
a. Pemantapan : hal-hal yang telah didapat atau
dicapai sampai dengan langkah ini dimantapkan. Kemudian dilakukan usaha mencari
jalan keluar yang sesuai dan tepat menurut konseli.
b. Perencanaan : rencana dan menentukan strategi
ditetapkan untuk memecahkan masalah yang ditemukan dan menjalankan kemungkinan
jalan keluar yang telah dipilih, memakai ketrampilan baru yang diperoleh atau
merealisasikan tingkah laku yang dipilih untuk dilakukan oleh konseli.
c. Dorong karyawan untuk mencari alternatif pemecahan
masalah.
d. Dalami perasaan karyawan dan akibat yang mungkin
muncul dari alternatif-alternatif yang tersedia.
e. Jangan mengutarakan pandangan-pandangan Anda jika
tidak diperlukan. Tetapi berikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan
perusahaan yang dapat membantu karyawan mengambil keputusan.
IV. DUKUNGAN DAN KEPERCAYAAN
a. Tunjukkan empati Anda dan tunjukkan bahwa Anda yakin
ia dapat memecahkan masalahnya.
b. Berikan dukungan dan sarana-sarana, jika dibutuhkan.
c. Anjurkan karyawan ke bagian pengelola SDM atau
program-program bantuan karyawan, jika masalahnya berada di luar lingkup Anda.
V. TINDAK LANJUT
a. Buatlah jadual untuk pertemuan tindak lanjut untuk
mengetahui perkembangannya.
b. Buatkan catatan singkat mengenai hasil pertemuan.
3.
Wawancara konseling
Wawanca konseling mungkin merupakan wawancara
yang paling sensitif dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara konseling tidak
akan terjadi kecuali bila ada seseorang yang merasa tidak mampu menangani
sendiri problemnya dan memerlukan bantuan orang lain atau konselor yang
menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Masalah yang dihadapi mungkin
saja bersifat sangat pribadi misalnya persoalan-persoalan keuangan, stabilitas
emosional, kesehatan fisik, pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas
kematian teman dan anggota keluarga. Konseling merupakan proses membantu
seseorang untuk memperoleh pemahaman tentang masalahnya serta menemukan jalan
untuk menanggulanginya.
Wawancara konseling merupakan wawancara yang sangat
sensitive dan kritis, dipimpin oleh seorang yang dulunya telah memiliki
pengalaman konseling. Tujuan utama konseling adalah menolong individu untuk
mengerti, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sikap
dan hubungan dengan orang lain.
a. Orientasi
Dasar Konseling
1. Manusia
dapat tumbuh dan mereka dapat memperbaiki diri
Prinsip pokok dari konseling adalah konselor
harus optimis bahwa manusia (klien/itee) mampu untuk tumbuh dan memperbaiki
diri sehingga konselor tidak perlu terlalu keras membantu karena klien/itee
memiliki potensi untuk berubah secara mandiri.
2. Konseling
adalah suatu investasi dalam individu
Konseling berarti memutuskan untuk menginvestasi
waktu dan energi untuk orang lain karena didasari keyakinan bahwa klien mampu
untuk berkembang.
3. Konseling
adalah proses belajar
Konseling berbeda dengan persuasi, seseorang
dapat merubah perilaku karena dibujuk/diperintah namun hasilnya tdk menetap
sebagai bagian dari kepribadian. Namun konseling lebih pada memberi nasehat,
ada percakapan dari hati ke hati. Konseling lebih menekankan pada merubah sikap
dan perilaku orang yang dibimbing dengan merubah pikiran yang menuju pada sikap
dan perilaku itu. Disinilah proses belajar tersebut terjadi. Jadi bukan hanya
memecahkan masalah saja namun mencari suatu perubahan dalam individu tersebut.
4.
Penerimaan dari seorang individu adalah awal konseling yang
baik.
5.
Konseling adalah suatu proses berlanjut.
b. Dua
Pendekatan Dasar untuk Wawancara Konseling
1. Konseling
Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah konselor menyerang
langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk
menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam
wawancara dan menentukan lamanya wawancara. konselor mengumpulkan informasi,
menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi
arahan yang spesifik kepeda konseli. konselor mengatur bagaimana klien
bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan
bahwa iter lebih mampu disbanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
1. Cukup mudah
untuk memimpin dan mempelajarinya
2. Tidak
memerlukan waktu yang banyak
3. Konselor
fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
4. Membolehkan
konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
5. Memperbolehkan
konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak
sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan solusinya.
2. Konseling
Non-directive
Karakteristiknya adalah konselor dipandang
sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli, konselor membantu klien
memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta
menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor
mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya
memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol
struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka
akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan
langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa setiap orang punya kemampuan
untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, Hanya klien yang dapat
memutuskan apa yang terbaik untuknya, Hal terpenting dalam konseling adalah
mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1. Membolehkan
klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang
diperlukan
2. Membolehkan
klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak
memikirkan hal itu
3. Menyerahkan
kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4. Non-directive
mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara
mendalam
5. Memeberikan
konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6. Non-directive
memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik
padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan
tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor akademik,
konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan
konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan
directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara
dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan
directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia,
jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan
lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba
untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana
anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan
pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan
khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain
selama wawancara konseling.
3. Merencanakan
Wawancara
1.
Membuat keputusan untuk melakukan konseling
Konseling
berarti menginvestasi waktu, energi dan uang untuk kedua individu (konselor dan
konseli).
2.
Mengumpulkan fakta
Konselor
harus spesifik tidak ambigu. Konselor yang baik memulai dengan fakta-fakta.
Dalm mengumpulkan fakta, digunakn paradigma yang paling relevan denga situasi
tertentu. Paradigma pertama menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas
masalahnya oleh karena itu solusinya yaitu merubah orang itu. Paradigma kedua
menyatakan bahwa masalah disebabkan oleh lingkungan/situasi kerja bukan karena
individunya/tingkah lakunya.
3.
Meninjau kembali tujuan
Konseling
adalah aktivitas membantu, membantu maksudnya membuat perubahan-perubahan yang
harusnya terjadi pada klien. Kamu harus menginvestigasi apakah tujuanmu
sama/tidak dengan klien.
4.
Batasi sasaran pada tiap wawancara
Batasan
itu dapat dibagi menjadi (1) wilayah masalah, (2) alasan untuk berubah, (3)
alternatif perubahan, (4) manfaat perubahan.
5.
Pilih struktur untuk konseling
Konselor dapat memakai konseling
directive/non-directive.
6.
Rencanakan suasana yang akan dikembangkan
Suasana
yang paling bermanfaat untuk konseling seperti “terbuka”, “interaktif”, dan
“objektif”. Keterbukaan dikrakteristikkan dengan pengungkapan diri. Dibutuhkan
saling percaya satu sama lain dan harus menjaga kerahasiaan karena orang sulit
untuk terbuka. Konselor lebih baik menekankan pada fakta daripada penilaian sendiri
saat mengambil kesimpulan. Hal yang juga penting yaitu menggunakan sapaan
formal seperti Tuan, Nyonya, Nona, selain itu mengatur tempat duduk dan
memperhatikan penampilan juga penting.
7.
Menyusun setting sehingga interaksi dapat maksimal
Settting juga merupakan penentu terjadinya
interaksi. Beberapa pertimbangan utama :
a. Buat janji
dengan klien dan tentukan berapa lama pertemuan akan berlangsung.
b. Pilih
ruangan tersendiri, area yang nyaman dan bebas gangguan.
c. Atur
perabotan yang akan membantumu apakah ingin formal/informal.
d. Perhatikan
pencahayaan, cahaya yang lemah cenderung membuat orang lebih terbuka.
4. Melakukan
Wawancara
Pendahuluan wawancara konseling sebaiknya
memenuhi 4 hal yaitu membangun raport, membuat kesepakatan kerja, melakukan
diskusi area masalah, menjamin kerahasiaan.
1.
Membangun raport
Raport diperlukan untuk membuat klien nyaman dan
menumbuhkan kepercayaan diri klien. Dapat dilakukan dengan memulai pembicaran
singkat, orientasi yang bagus, hangat dan ramah. Setelah membangun raport,
konselor membuat kesepakatan kerja mengenai bayaran, frekuensi sesi konseling
dan tujuan klien. Beberap hal yang dapat dilakukan agar klien mau bicara adalah
:
a. Meyakinkan
padanya akan kerahasiaan
b. Menunjukkan
komitmen untuk membantu
c. Jujur
d. Mendengarkan
dari awal
e. Tunjukkan
penerimaan
2.
Spesifik dalam mengidentifikasi dan mengartikan masalah,
tingkah laku, sikap/hubungan
Menggali lebih dalam masalah klien dengan
menyelidiki dan menanyakan hal-hal yang spesifik. Itu dilakukan agar klien mau
membuka diri dan mengakui masalahnya. Setelah masslah diakui biasanya kemajuan
dapat dibuat.
3.
Menyelidiki/mengeksplorasi persepsi klien
Menyelidiki dengan menanyakan pertanyaan yang
membangkitkan kenangan dn tidak membiarkan klien menghindari topik. Jika klien
meyakini suatu persepsi tanyakan apakah dia mendukung/menolaknya. Eksplorasi
yang efektif dilakukan dengan terus terang, tidak menuduh dan dengan cara yang
tidak berperasaan.
4.
Mendengar dan menyerap
Kamu tidak hanya mendengar tapi juga menyimak
baik apa yang dikatakan klien untuk medeteksi perubahan-perubahan dalam
percakapan dan ketidakkonsistenan. Setelah itu diberi pertanyaan tambahan untuk
mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan juga tingkah laku
nonverbal karena dapat mengungkapkan hal yang disembunyikan dalam kata-kata.
5.
Menyelidiki reaksi secara penuh
Konfrontasi diperlukan dalam menyelidiki reaksi
klien karena sebagian besar orang selalu ingin menutupi kesalahan yang membuat
mereka tak nyaman. Wawancara non-directive akan lebih banyak mendapat feedback
reaksi klien.
6.
Berorientasi pada masalah
Konseling memiliki konotasi dimana
keputusan-keputusan dapat diambil. Lebih baik kamu berorientasi pada masalah
daripada berorientasi pada solusi. Waktu digunakan untuk menyelidiki akar
masalahnya.
7.
Menjelaskan percabangan dari masalah dan menyelidiki
alasan-alasan mengapa perubahan diperlukan
Dalam situasi kerja tidak boleh terlalu cepat
mengambil intinya. Misalnya manajer memotivasi karyawannya yang kehilangan
pekerjaannya dengan menunjukkan bahwa peningkatan kualitas diri, kebanggaan,
hubungan yang lebih baik dan reward positif lainnya akan menjadi hasil dari
perubahan sebelum memutuskan pindah kerja.
8.
Bereaksi pada klien
Biasanya klien bertanya tentang hal-hal pribadi
konselor/perbandingan dengan orang lain. Agar fokusnya tidak berubah sebaiknya
dialihkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
9.
Mengembangkan rencana tindakan
Bila menggunakan pendekatan non-directive kamu
meminta klien mengidentifikasi rencana tindakan. Hal ini tidak hanya membuat
klien bertanggung jawab terhadap solusinya tapi juga mengecek apakah klien
menerima konselingmu. Bila menggunakan pendekatan directive, konselor yang
mengajukan rencana tindakannya. Perlu juga diukur reaksi klien terhadap solusi
yang diberikan konselor.
10. Menutup
wawancara dengan ketentuan-ketentuan untuk diikuti
11. Menjaga
suara dan tubuh tetap dibawah kendali
Pertanyaan harus ditanyakan dan dikomentari
dengan cekatan. Empati dan penerimaan ditunjukkan secara wajar tidak perlu
berlebihan/malah kekurangan karena akan mempengaruhi keterbukaan selama
konseling.
12. Membuat
catatan menyeluruh
Tidak satupun orang dapat menghafal semua
rincian dalam sesi konseling oleh karena itu disarankan untuk mencatatnya.
Catatan itu dapat digunakan konselor untuk mendalami masalah klien.
5.
Menghadapi Kesulitan Tertentu
a. Makna yang
tersembunyi
Menjadi sensitive/peka terhadapa makna yang
tersembunyi karena orang lebih suka menyatakan perasaan dan ide-idenya secara
tak langsung.
b. Klien yang
susah berbicara
Membantu klien menyaring ide dan ekspresi mereka
karena sebagian besar orang kesulitan menganalisis masalah mereka sendiri. Oleh
karena itu membutuhkan waktu dan banyak probing untuk mengetahui maksud dan
reaksi mereka. Untuk memudahkan klien mengungkapkan masalahnya biasanya
beberapa konselor membicarakan hal lain dulu sebelum masalahnya.
c. Keinginan
untuk pergi (wanting to leave)
Sebagian besar itee ingin meninggalkan situasi
konseling yang menekan mereka. Untukmencegah kepergian mereka konselor
sebaiknya menunjukkan manfaat melanjutkan hubungan/konseling.
d. Ketergantungan
Ketergantungan terjadi ketika klien berharap
konselor mampu menyelesaikan masalahnya. Konselor yang menggunakan pendekatan
directive tidak akan kesulitan mengahdapi keinginan klien tapi akan bermasalah
bila menggunakan pendekatan non-directive karena klien dipaksa untuk memberi
solusi mesalahnya sendiri.
e. Penyangkalan
Penyangkalan harus dihadapi untuk membuat
kemajuan. Penyangkalan ini dapat diatasi dengan membuktiknnya dengan tegas,
menghadapinya dengan fakta-fakta dan mendorong klien pada suatu pengakuan.
Daftar pustaka
Surya, Mohammad.
1988. Dasar dasar penyuluhan (konseling).
Jakarta: Depdikbud.
Walgito, Bimo.
1995. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Yogyakarta: Andi offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar